Gunakan Seluruh Gaji Sampai Jual Perhiasan Istri, Polisi Ini Mati-matian Bangun Sekolah Dasar yang Berjarak 12 Jam Dari Rumahnya
Rabu, 30 Oktober 2019
Edit
Kali ini Direktorat Lalu Lintas Kepolisian (Ditlantas) Daerah Riau mungkin boleh berbangga hati.
Pasalnya, seorang polisi berpangkat bripka dari Ditlantas Riau kini tengah ramai dibicarakan publik atas bakti sosialnya terhadap dunia pendidikan.
Pasalnya, seorang polisi berpangkat bripka dari Ditlantas Riau kini tengah ramai dibicarakan publik atas bakti sosialnya terhadap dunia pendidikan.
Tak tanggung-tanggung, polisi lalu lintas ini menggunakan seluruh gajinya yang ia dapatkan setiap bulannya untuk membangun ulang sebuah sekolah di daerah terpencil di Riau.
Memang, tidak semua sosok pahlawan adalah orang menggunakan topeng dan jubah di balik punggungnya.
Nyatanya, sosok pahlawan yang sesungguhanya di kehidupan nyata adalah orang-orang yang mungkin tak pernah terpikirkan.
Namanya saja, mungkin tak ada yang mengenal, tapi begitulah kenyataan yang sebenarnya terjadi.
Mereka bukanlah sekelompok orang-orang yang berbuat baik demi popularitas atau semata kewajiban sebagai publik figur.
Melainkan sosok orang-orang yang memang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap sesama.
Tak jarang, untuk menolong sesama, mereka sampai mengorbankan apapun yang mereka miliki demi tercapainya kebahagiaan bersama.
Martir-martir sosial seperti inilah yang seharusnya disebut sebagai pahlawan bangsa.
Salah satu sosok pahlawan sosial yang kini tengah ramai dibicarakan adalah seorang polisi lalu lintas asal Pekanbaru, Riau.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com dan Wartakotalive.com, adalah seorang polisi lalu lintas bernama Ralon Manurung yang kini tengah jadi pembicaraan publik di media sosial.
Ralon Manurung adalah seorang polisi berpangkat bripka dari Direktorat Lalu Lintas Kepolisian (Ditlantas) Daerah Riau.
Sehari-harinya, Ralon Manurung bekerja sebagai aparat keamanan yang mengatur lalu lintas di Kota Pekanbaru, Riau.
Awalnya, memang tidak ada yang istimewa dari pria kelahiran Siantar, 14 Januari 1983 ini.
Namun semua itu berubah kala Ralon memutuskan untuk membantu sebuah komunitas sosial.
Melansir Kompas.com, kejadian pertama kali terjadi pada November 2017 silam saat Ralon tengah mengatur lalu lintas di kawasan Jalan Jendral Sudirman, Pekanbaru, Riau.
Saat tengah sibuk bertugas, Ralon melihat sebuah komunitas sosial berada di pinggir jalan protokol kota Pekanbaru sibuk meminta sumbangan kepada para pengemudi yang melintas.
Usut punya usut, komunitas tersebut rupanya sibuk meminta sumbangan untuk membangun sebuah sekolah dasar di daerah terpencil.
Dari kejadian itulah, Ralon mengenal seorang aktivis sosial bernama Riko.
“Saya pagi itu sedang membantu masyarakat menyeberang jalan di depan Kantor Gubernur Riau.
Saat itu ada sekelompok orang yang sedang meminta sumbangan untuk membangun sekolah,” ungkap Bripka Ralon Manurung seperti yang dikutip Sosok.ID dari Kompas.com dan Wartakotalive.com.
Setelah berbincang-bincang, Riko ternyata kenal dekat dengan istrinya, Maria Farida Naibaho (30).
Riko rupanya adalah teman satu kampus istrinya dan tengah sibuk mengumpulkan dana untuk membangun sebuah sekolah di daerah terpencil Riau.
“Dan rupanya mereka juga sudah komunikasi sebelumnya soal bangun sekolah marjinal itu.
Rupanya Riko dan teman-temannya datang ke rumah bertemu istri saya membicarakan soal pembangunan sekolah marjinal di Dusun Sialang Harapan,” lanjut Ralon Manurung.
Sekolah tersebut adalah SD 058 Kandis yang terletak di Dusun Sialang Harapan, Kabupaten Siak, Riau.
Mengutip Kompas.com, sekolah dasar tersebut telah ada sejak tahun 2006 dan berada di bawah naungan SDN 010 di Desa Batu Sasak.
Kebanyakan murid yang bersekolah di SD tersebut adalah anak-anak dari suku Sakai yang hidup di kawasan terpencil di Riau.
Dari tahun ke tahun kondisi bangunan sekolah yang terbuat dari kayu semakin tak layak dan mengalami kerusakan di sana-sini.
Bahkan berdasarkan postingan akun Facebook Rico Kampar Kiri pada November 2017 silam, kondisi sekolah tersebut ditulis lebih buruk dari kandang hewan.
Murid-murid yang bersekolah di SD tersebut terpaksa mengenyam pendidikan dengan kondisi bangunan yang mengkhawatirkan dan bisa rubuh kapan pun.
Meski kondisi yang tak memprihatinkan, anak-anak suku Sakai yang tinggal di Dusun Sialang Harapan tak berhenti berangkat ke sekolah.
Dengan semangat menuntut ilmu yang tinggi, anak-anak tersebut bahkan rela menyusuri hutan rimba hingga menyebrang sungai demi bisa ke sekolah.
Mirisnya, tak ada satupun aparat dari intansi pemerintah yang memperhatikan kondisi yang harus dialami anak-anak suku Sakai ini.
Terketuk dengan kondisi yang harus dialami bocah-bocah tersebut demi menuntut ilmu membuat Bripka Ralon Manurung pun akhirnya turun tangan.
Ia dan sang istri pun sepakat untuk membantu dana pembangunan ulang sekolah dasar tersebut.
Ralon Manurung sendiri pernah mengalami masa-masa sulit demi menuntut pendidikan.
Pernah merasakan penderitaan dan kesulitan yang sama membuat Ralon Manurung bersedia merelakan apapun untuk membantu.
Bahkan meski itu harus mengorbankan gajinya sebagai polisi lalu lintas.
Memang, biaya yang Ralon Manurung keluarkan untuk membangun ulang sekolah secara permanen tidaklah sedikit.
Setidaknya sekitar Rp 14,5 juta ia habiskan untuk membangun sekolah dengan dua ruangan belajar yang permanen.
Untuk mengumpulkan uang sebanyak ini, Ralon Manurung tak bisa hanya mengandalkan gajinya sebagai polisi.
Jika ia hanya mengandalkan gajinya sebagai polisi, jumlah biaya yang ia butuhkan untuk membangun sekolah tak kan tercapai.
Sehingga untuk menutup kekurangannya, Ralon Manurung sepakat untuk menjual semua perhiasan sang istri.
“Awalnya uang kami terkumpul Rp 12,5 juta, ternyata masih kurang Rp 2 juta lagi. Akhirnya istri saya setuju jual perhiasannya,” ujar Ralon Manurung.
Pembangunan sekolah berjalan selama dua pekan dan selama dibangun Ralon mendapatkan banyak bantuan dari warga sekitar.
“Saya bertemu dengan tokoh masyarakat di sana. Mereka sangat membantu. Jadi saya yang tanggung dana, mereka yang bekerja.
Tukang renovasi rumah saya juga saya suruh bantu dulu buat sekolah itu,” kata Ralon.
Sebenarnya, jarak rumah Ralon dan istri dengan sekolah yang ia bangun ini tidaklah dekat.
Untuk menuju lokasi, harus ditempuh jarak lebih kurang 12 jam dari Lipat Kain, ibu kota Kecamatan Kampar Kiri.
“Ke lokasi sekolah sangat jauh. Saya berangkat pagi dari Lipat Kain, sampai ke lokasi sudah mau maghrib.
Akses ke sana jalan tanah, tapi sebagian ada yang sudah disemenisasi,” ungkap Ralon seperti yang dikutip Sosok.ID dari Kompas.com dan Wartakotalive.
Ralon merasa bersyukur sekolah untuk anak-anak Dusun Sialang Harapan sudah selesai dibangun sehingga anak-anak dapat belajar dengan nyaman.
Demikianlah pokok bahasan Artikel ini yang dapat kami paparkan, Besar harapan kami Artikel ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari Artikel ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar Artikel ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.