Rumah Sakit hanya Fokus Covid-19, Korban Kecelakaan Kritis Berjam-jam hingga Meninggal
Selasa, 02 Juni 2020
Edit
Feriansyah, warga Desa Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, hanya bisa kecewa dan berduka mendalam.
Adik kandungnya meninggal dunia karena kecelakaan serta tidak mendapatkan pelayanan medis secara maksimal.
Empat rumah sakit ia datangi menolak dengan alasan fokus pada standar pelayanan Covid-19.
Pada Kompas.com melalui sambungan telepon secara detil Feriansyah mengisahkan kronologi kejadian.
Ia
menjelaskan adiknya mengalami kecelakaan tunggal di perbatasan
Kabupaten Bengkulu Selatan dan Seluma sekitar pukul 00.00 WIB, Senin
(1/6/2020).
Kecelakaan tunggal, RS kekurangan tenaga medis
"Adik
saya laki-laki umur 24 tahun kecelakaan tunggal, setengah jam dari
kecelakaan dibawa ke rumah sakit swasta RS Asyifa," ujarnya mengisahkan.
Ia lanjutkan di rumah sakit swasta itu, adiknya mendapatkan tindakan pemasangan oksigen dan perawatan sementara.
Karena
rumah sakit itu kekurangan alat dan tenaga medis khusus bedah saraf
maka pihak keluarga berinisiatif membawa korban ke Kota Bengkulu yang
jarak tempuh sekitar 3 jam.
"Saya memiliki keluarga dokter, kami
berkomunikasi agar adik saya bisa dirawat di Kota Bengkulu. Keluarga
dokter saya itu menghubungi sejumlah rumah sakit dan kesimpulannya rumah
sakit di Kota Bengkulu belum bisa menerima dengan alasan fokus pada
penanganan Covid-19," ujarnya.
Korban kritis, tempuh perjalanan 3 jam ke Bengkulu
Meskipun
begitu Feriansyah katakan, pihaknya tetap membawa korban ke Kota
Bengkulu dengan pertimbangan korban butuh penanganan lebih lanjut.
Pukul 02.00 WIB korban dalam kondisi kritis dibawa ke Kota Bengkulu menempuh perjalanan selama 3 jam dibantu dua tabung oksigen.
Ia jelaskan rumah sakit pertama yang ia datangi adalah RS Bhayangkara sekitar pukul 06.00 WIB tiba.
Sampai
di RS Bhayangkara, pihak keluarga dan petugas ambulans dari RS Asyifa
ditegur keras, kenapa korban dibawa ke RS Bhayangkara.
Selain itu pihak RS Bhayangkara mempertanyakan surat rujukan yang tidak disertakan dengan pasien.
"Surat
rujukan kami ada, namun dibawa pada mobil yang lain, saya datang dengan
pasien dan ambulans. Surat rujukan di mobil satunya bisa menyusul, tapi
mereka mempertanyakan rujukan, sementara adik saya dalam kondisi
kritis," papar Feriansyah.
Ditolak RS Bhayangkara, ke RSHD Pemkot Bengkulu
Terjadi
perdebatan sengit hingga akhirnya pasien ditolak dirawat lalu dibawa ke
Rumah Sakit Harapan dan Doa (RSHD), milik Pemkot Bengkulu.
Perlakuan yang sama juga diterima pihak keluarga pasien perdebatan kembali terjadi intinya pasien ditolak.
Belum
turun dari ambulans, tim medis menolak pasien dengan alasan RS sedang
lagi sterilisasi perawatan covid-19 dan sejumlah tenaga medis menjalani
isolasi mandiri.
"Pihak rumah sakit memberikan alternatif pasien
bisa dirawat namun ditempatkan di ruang bekas pasien Covid-19. Lalu kami
pindah ke rumah sakit lainnya," kisah Feriansyah.
Ditolak RSHD, ke RS Tiara Sella, lalu ke RS Rafflesia
Korban
dibawa ke Rumah sakit Tiara Sella, terjadi perdebatan lagi dengan
security rumah sakit. Selanjutnya perawat melakukan pengecekkan di dalam
mobil ambulans. Rumah Sakit Tiara Sella intinya menolak korban karena
minimnya alat dan tenaga medis.
Dalam keadaan panik, keluarga
membawa pasien ke Rumah Sakit Rafflesia namun ruang UGD tertutup. Hanya
satu rumah sakit yang belum didatangi yakni RSUD M Yunus.
Pihak
keluarga tahu di RSUD M Yunus akan sulit memberikan penanganan karena
rumah sakit milik Pemprov Bengkulu itu hanya fokus melayani pasien
Covid-19.
Tiba di RSUD M Yunus terjadi perdebatan seperti rumah
sakit sebelumnya pihak pengantar ambulans dari rumah RS Asyifa ditegur
keras mengapa membawa korban ke RSUD M Yunus.
Meski sempat terjadi
keributan akhirnya pasien ditangani dengan cara dipasang oksigen. Pihak
keluarga diminta menjaga perkembangan pasien oleh tim medis.
Kecewa tim medis hanya fokus ambil sampel darah untuk uji Covid-19
Pukul 08.00 WIB pihak rumah sakit diminta menandatangani surat pemasangan selang ke paru-paru.
Pihak
keluarga sempat menolak karena medis menyebut metode ini kemungkinan
hidup pasien hanya tiga persen. Setelah bersepakat akhirnya pihak
keluarga menyetujui menandatangani surat tersebut.
"Surat telah
ditandatangani namun selama 2 jam selang baru dipasang ke paru-paru.
Selama itu kami diminta menunggu, saya sempat marah dan heran mengapa
tim medis sibuk mengambil sampel darah adik saya untuk uji Covid-19,"
ujar Feri.
Pukul 09.00 WIB kondisi pasien drop, medis mengambil
tindakan dengan pompa oksigen dan detak jantung hingga pukul 09.10 WIB
adik saya dinyatakan meninggal dunia.
"Saya merasa kecewa
penanganan medis terlalu fokus pada Covid-19 sementara pasien lain
diluar Covid-19 kurang mendapatkan perhatian, akhirnya adik saya sebagai
contoh meninggal dunia karena lambannya penanganan," kisah Feriansyah.
Dokter bedah saraf hanya ada 1 di Bengkulu
Direktur
RSUD M. Yunus, Zulkimaulub Ritonga saat dimintai konfrimasi menyebutkan
pihaknya tidak menolak pasien kecelakaan tersebut.
"Pertama kami
ikut berbelasungkawa atas kejadian ini. Kedua pasien tidak ditolak tetap
kami layani hanya saja di Bengkulu ini pelayanan bedah saraf
satu-satunya ada di RSUD M Yunus, dokter bedah saraf hanya ada satu di
Bengkulu. Sementara riwayat pasien sebelum ke RSUD M Yunus telah
mendatangi beberapa rumah sakit lain yang tidak ada ahli bedah saraf,"
jelas Zulkimaulub.
Bedah saraf tidak ada berhenti beroperasi
bahkan dikatakan dia, pada malam Idul Fitri saja pihaknya masih
melakukan operasi bedah saraf. Dikatakannya meski RSUD M Yunus fokus
melayani Covid-19 namun bagian bedah saraf dan sejumlah layanan lain
tetap dibuka.
"Di media sudah diumumkan bahwa meski fokus Covid-19 layanan bedah saraf tetap melayani pasien," ungkapnya.
Ia
menyarankan pada sejumlah layanan medis di tingkat bawah apabila
terdapat pasien dengan membutuhkan perlakuan penanganan bedah saraf maka
segera dibawa ke RSUD M Yunus mengingat layanan bedah saraf di Bengkulu
hanya ada di RSUD M Yunus.
"Jadi kalau ada pasien butuh
penanganan bedah saraf langsung bawa ke RSUD M Yunus jangan ke tempat
lain karena bedah saraf hanya ada di RSUD M. Yunus," tutupnya.
Dinkes: rumah Sakit tak boleh tolak pasien
Sementara
itu Kadis Kesehatan provinsi Bengkulu Herwan Antoni saat dikonfirmasi
pihaknya telah mengetahui persoalan ini ia tegaskan meski fokus Covid-19
semua rumah sakit wajib melayani juga pasien umum lainnya.
"Saya
dapat info itu, yang jelas prinsipnya semua masyarakat harus dilayani
tidak boleh ada penolakan meskipun kondisi Covid-19 tidak ada perbedaan
perlakuan pada pasein umum," tegasnya.
Ia katakan kalau alasan ada
tenaga medis yang jalani isolasi lalu menolak pasien dikatakannya tidak
semua medis itu melakukan isolasi, semua layanan harus menjalani
pelayanan.
Ia sebutkan pihaknya hari ini melakukan rapat terkait persoalan penolakan sejumlah rumah sakit tersebut.
"Kami
akan rapat hari ini, kami akan kirimkan surat peringatan pada seluruh
rumah sakit di Bengkulu untuk dilarang menolak pasien," jelasnya.